id
Maret 4, 2025

Day

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) terus mendorong mahasiswanya untuk mengembangkan kompetensi di tingkat global, salah satunya melalui program magang di berbagai institusi riset dunia. Muhammad Isra Nabil Iksan, mahasiswa Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat dengan peminatan Manajemen Informasi Kesehatan di FKM UI, berhasil lolos seleksi internship di Korea Institute of Science and Technology (KIST), sebuah institusi riset multidisiplin terkemuka di Korea Selatan. Program ini berlangsung dari 3 September 2024 hingga 28 Februari 2025 dengan seluruh kebutuhan dan pendanaan ditanggung oleh pemerintah Korea Selatan di bawah naungan kementerian terkait.

KIST membuka peluang kerja sama dengan berbagai universitas di seluruh dunia, termasuk Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk jenjang sarjana. Nabil mengetahui program ini melalui akun Instagram International Office UI (@ui_international). Proses seleksinya terdiri dari tiga tahap, yakni seleksi internal di UI yang mencakup kelengkapan dokumen seperti paspor, surat rekomendasi dari fakultas dan dosen pembimbing, serta rencana penelitian. Setelah itu, dokumen dikirim ke KIST untuk tahap seleksi lanjutan, sebelum peserta yang lolos dipanggil untuk sesi wawancara. Pengumuman akhir seleksi dilakukan pada 1 Juli 2024, dan hanya dua mahasiswa UI yang berhasil lolos hingga tahap akhir dari tujuh peserta yang mengikuti seleksi.

Nabil mendapatkan dukungan penuh dari FKM UI selama proses pendaftaran, baik dalam fleksibilitas pemberian surat rekomendasi maupun komunikasi yang mudah dengan dosen pembimbingnya, Popy Yuniar, S.K.M., M.M., Ph.D., dari Departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UI. Selain itu, dukungan pendanaan dari Universitas Indonesia melalui Center for Independent Learning (CIL) turut membantu memenuhi kebutuhannya selama di Seoul, Korea Selatan.

Selama mengikuti program internship ini, Nabil bekerja dalam tim yang terdiri dari mahasiswa sarjana, magister, dan kandidat doktor di bawah bimbingan Dr. Chansoo Kim dari Computational Science Research Center. Ia terlibat dalam proyek yang berfokus pada kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dan machine learning, khususnya dalam pengelolaan dan visualisasi dataset. Fokus utama pekerjaannya adalah menganalisis hubungan kausalitas antara variabel dalam dataset, termasuk pemetaan pemerataan populasi dan analisis data terkait COVID-19. Sebagai bagian dari tim riset, ia juga turut membantu mahasiswa magister dan doktor dalam pemrosesan data serta menjalankan berbagai misi penelitian dari advisornya.

Pada awalnya, Nabil berencana meneliti mengenai malaria. Namun, setelah tiba di Korea Selatan, ia menyadari bahwa malaria bukan merupakan isu kesehatan utama di negara tersebut. Oleh karena itu, ia mengalihkan fokus penelitian ke bidang kecerdasan buatan dan analisis dataset, khususnya yang berkaitan dengan COVID-19. Penelitiannya bertujuan untuk menganalisis hubungan kausalitas antara berbagai variabel dalam dataset, dengan pendekatan berbasis kecerdasan buatan (AI) dan machine learning. Salah satu output utama dari penelitian ini adalah pemodelan data yang dapat digunakan untuk menganalisis pola penyebaran COVID-19, sehingga dapat membantu dalam pengambilan keputusan kebijakan kesehatan.

Selain itu, Nabil juga mengembangkan metode visualisasi data epidemiologi agar lebih mudah dipahami oleh pemangku kebijakan dan akademisi. Sebagai bagian dari tim riset, Nabil turut membantu mahasiswa magister dan doktor dalam pemrosesan data serta pengujian model statistik guna meningkatkan akurasi prediksi penyebaran penyakit. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat dihasilkan rekomendasi kebijakan berbasis data yang lebih akurat, terutama dalam upaya pencegahan dan mitigasi wabah penyakit menular di masa depan.

“Di KIST, saya memiliki kesempatan untuk belajar lebih dalam mengenai desain kebijakan berbasis AI dan bagaimana machine learning dapat digunakan untuk memprediksi pola penyebaran penyakit yang berpengaruh terhadap kebijakan kesehatan di suatu wilayah,” ujar Nabil.

Selama menjalani program di Seoul, Nabil menghadapi tantangan dalam hal bahasa dan komunikasi, mengingat mayoritas rekan kerja adalah warga Korea yang tidak semua fasih berbahasa Inggris. Selain itu, budaya kerja di Korea Selatan yang sangat disiplin dan menuntut jam kerja panjang menjadi tantangan tersendiri. “Namun, di sisi lain, saya merasakan toleransi yang tinggi terhadap minoritas. Fasilitas di kantor sangat mendukung keberagaman, termasuk tersedianya opsi makanan halal di kafetaria serta ruang ibadah bagi umat muslim,” ungkap Nabil. Berbagai pengalaman dan tantangan yang dihadapi, membuatnya berharap dapat membawa ilmu dan wawasan baru dalam bidang manajemen informasi kesehatan serta implementasi teknologi dalam kebijakan kesehatan di Indonesia.

Menurut Nabil, konsistensi dalam mencari informasi adalah kunci utama dalam meraih kesempatan. Selain itu, ia menekankan pentingnya persiapan dokumen administratif jauh sebelum tenggat waktu, termasuk esai motivasi dan rencana penelitian yang harus disusun dengan matang agar dapat memberikan kesan yang kuat dalam proses seleksi. Ia juga menekankan pentingnya penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi utama dalam lingkungan akademik dan professional pada lingkup internasional.

Dekan FKM UI, Prof. dr. Mondastri Korib Sudaryo, M.S., D.Sc., turut berbangga atas prestasi yang diraih Nabil. “Keberhasilan Nabil ini menjadi bukti nyata bahwa mahasiswa FKM UI memiliki kompetensi global serta kesiapan untuk berkontribusi dalam dunia riset dan teknologi kesehatan. Internship ini tidak hanya memberikan pengalaman akademik yang berharga bagi Nabil, tetapi juga memperkuat posisi FKM UI dalam melahirkan generasi unggul yang siap menghadapi tantangan kesehatan masyarakat dengan pendekatan berbasis teknologi dan data. Kami mengapresiasi kerja keras, dedikasi, serta semangat pantang menyerah yang telah ditunjukkan oleh Nabil dalam menempuh proses seleksi yang kompetitif ini. Semoga pengalaman yang diperoleh selama di KIST dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainnya untuk terus mengejar peluang di kancah internasional dan membawa manfaat bagi pengembangan kebijakan kesehatan di Indonesia. FKM UI akan selalu mendukung upaya mahasiswa dalam mencapai prestasi terbaiknya. Selamat dan sukses untuk Nabil! Teruslah berkarya dan mengharumkan nama FKM UI di tingkat global,” tutur Prof. Mondastri.

Pengalaman Nabil dalam program internship di Korea Institute of Science and Technology (KIST) membuktikan bahwa mahasiswa FKM UI memiliki kapasitas untuk bersaing di tingkat global. Keilmuan kesehatan masyarakat yang bersifat multidisiplin membuka peluang bagi mahasiswa untuk berkontribusi dalam berbagai bidang, termasuk di ranah riset dan teknologi. Melalui usaha yang maksimal, perencanaan yang matang, serta keyakinan kepada ketetapan Tuhan yang Maha Esa, setiap langkah yang diambil akan semakin mendekatkan kita pada kesuksesan yang telah ditentukan-Nya. (DFD)

Depok-Selain menuntut ilmu di kelas, mahasiswa memiliki peran penting dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan menjadi relawan seperti yang dilakukan Sirhan Muhammad Dehya Alqolbi, mahasiswa program studi (prodi) Hubungan Masyarakat, Program Pendidikan Vokasi, Universitas Indonesia (UI). Melalui Projek Indonesia #2 yang diselenggarakan Global Youth Ambassador, Sirhan menjadi salah seorang relawan yang melakukan pengabdian di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dengan mengikuti kegiatan ini, Sirhan ingin memberikan dampak secara langsung kepada masyarakat. Melalui media sebagai relawan tersebut, Sirhan memanfaatkannya secara maksimal untuk belajar dan mengimplementasikan ilmu yang telah ia dapatkan di kelas maupun di luar kelas. Bersama dengan 31 rekannya yang juga ikut dalam Projek Indonesia #2, Sirhan menyambangi Dusun Ntaur, Desa Nuca Molas, Pulau Mules, Nusa Tenggara Timur.

(Foto: Sirhan Muhammad Dehya Alqolbi, mahasiswa prodi Hubungan Masyarakat)

Pada pelaksanaannya, tim dibagi dalam empat kelompok, yaitu pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan pariwisata. Sirhan yang berfokus pada bidang pendidikan, mengatakan bahwa kondisi pendidikan di sana cukup memprihatinkan. Di satu pulau kecil, hanya terdapat satu sekolah dasar dan dua sekolah menengah pertama. Sehingga, masyarakat yang akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi harus menyeberang dan tinggal di daratan seberang.

“Kami berupaya mengajak para siswa SD dan SMP untuk belajar berbagai macam hal, baik ilmu eksak maupun hard skill dan soft skill. Kami juga berkoordinasi dengan guru, serta perwakilan kelompok sadar wisata (pokdarwis) di sana dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan,” ujar Sirhan.

Lebih lanjut ia menceritakan, perjalanan menjadi relawan juga dihadapkan dengan berbagai tantangan. Misalnya, kendala komunikasi yang terjadi karena desa tersebut memiliki akses jaringan telepon dan internet yang terbatas. Selain itu, mengajak anak-anak SD untuk berkegiatan pun cukup menjadi tantangan tersendiri bagi mereka. Meskipun demikian, tantangan tersebut tidak menjadi hambatan untuk terus melakukan kebaikan dan pengabdian pada masyarakat.

(Foto: Sirhan saat melakukan program kerja di salah satu sekolah dasar di Desa Nuca Molas)

Selain dari segi pendidikan yang aksesnya masih terbatas, Sirhan juga mengatakan bahwa beberapa anak di Desa Nuca Molas memiliki kondisi gigi yang kurang bersih dan sehat. Sirhan dan rekan-rekannya pun membagikan beberapa peralatan dan sosialiasi mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada masyarakat sekitar.

Dari sisi lingkungan, banyak terdapat sampah di pesisir pantai yang terbawa arus dari daratan seberang. Sehingga, tim berupaya melakukan kegiatan membersihkan sampah-sampah tersebut. Terakhir, Desa Nuca Molas yang berada di pulau terpencil memiliki kekayaan alam yang sangat indah dan bisa dimanfaatkan sebagai sektor pariwisata.

(Foto: Sirhan bersama anak-anak Desa Nuca Molas)

Sirhan menambahkan bahwa pengalaman menjadi relawan yang berlangsung pada 5-12 Januari 2025 ini, juga didukung dengan kemampuan dan kompetensi dirinya yang dikembangkan melalui pembelajaran di kampus. “Sejak persiapan, saya mengimplementasikan mata kuliah stakeholder relations terhadap program kerja yang akan dilakukan. Selain itu, kerangka kerja yang dibuat berdasarkan prinsip SWOT, PESO, dan SMART, juga membantu saya dan tim saat di lapangan,” kata Sirhan.

Adapun, Muhammad Yamin, salah seorang wali kelas sekolah dasardi Desa Nuca Molas, mengungkapkan bahwa kehadiran Sirhan dan delegasi lainnya memberikan banyak dampak positif pada lingkungan sekitar. “Kami merasa sangat puas dan berterima kasih dengan kegiatan yang teman-teman lakukan. Bahkan, para siswa juga merasakan kebahagiaan di setiap program kerja yang diadakan dari teman-teman,” kata Yamin.

(Foto: Kegiatan pendidikan yang dilakukan Sirhan dan tim di Desa Nuca Molas)

Sebagai Ketua Divisi Pendidikan, Sirhan berharap agar guru-guru di Desa Nuca Molas dapat terus menjaga mimpi anak-anak agar terwujud. “Semoga semua program kerja yang sudah kami lakukan di sana menjadi gambaran besar agar mereka bisa membuka lebih lebar pengetahuan tentang dunia, berbagai hal yang seharusnya bisa dicicipi di umur mereka sekarang, materi yang seharusnya sudah mereka kenali, serta mimpi dan harapan yang semakin bisa digapai. Terakhir, saya juga berharap agar inklusivitas terhadap desa-desa terpencil lainnya di Indonesia ini dapat menjadi perhatian bagi semua pihak, baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, maupun industri, dan pihak lainnya,” ujar Sirhan.